MAHASISWA AYO KRITIS!
Satu dari sekian banyak sejarah yang tidak boleh dilupakan adalah
andil besar pemuda mahasiswa terhadap perjalanan sejarah bangsa. Sejak era pra
kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan,. Sejak era penumbangan orla (orde lama),
orba (orde baru) hingga era reformasi mahasiswa selalu berada digarda terdepan
dalam setiap perjuangan tersebut. Namun realita saat ini tampaknya sedikit
mengecewakan, peran mahasiswa
Ada dua hal pokok yang ingin dikemukakan dalam tulisan ini,
pertama, untuk para mahasiswa yang berperan sebagai aktifis organisasi, yang
katanya berpikir idealis dan berjiwa kritis, jika dalam mengemban amanah
memperjuangkan hak-hak rakyat (mahasiswa) anda tidak amanah, atau perjuangan
anda tidak berdasarkan tujuan mulia dan luhur, atau jalan yang anda tempuh
dalam setiap pola pergerakan anda adalah dengan cara yang tidak benar, seperti
dengan cara yang licik dan picik, menggunakan politik belah bambu, politik adu
domba, politik muka dua, politik untuk kepentingan pribadi, atau berbagai macam
cara dan tindakan kotor lainnya, maka bagaimana mungkin anda bisa membela
hak-hak rakyat (masyarakat) ketika anda telah menjadi apa atau siapa. Jika
sebelum menjadi apa dan siapa saja anda sudah bertindak dengan tindakan yang
tidak benar, hanya mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok semata. Anda
tentu hanya akan menjadi penyengsara rakyat bukan berjuang untuk kesejahtraan
rakyat. Seperti halnya banyak mantan mahasiswa yang menjadi cukong dan perusak Negara
pada saat ini. Sebab anda sudah belajar
kelicikan dimana anda seharusnya belajar kejujuran, anda menapaki jalan yang
salah dimana seharusnya anda menempuh jalan yang benar.
Kedua, untuk para mahasiswa,
bukankan ketika nama dan diri anda terdaftar sebagai mahasiswa, anda
sudah digembleng untuk menjadi mahasiswa kritis bukan apatis. Bukankah anda
adalah agen of analisis, agen of change (agen perubahan) dan agen of control?
Dimana semua label itu? Jika untuk memperjuangkan hak-hak anda sebagai
mahasiswa dalam skala yang kecil anda takut dan tidak memiliki keberanian,
bagaimana mungkin anda bisa memperjuangkan hak-hak anda dalam skala yang lebih
besar (Negara)? Apakah anda hanya akan menjadi pengekor dan selalu pasrah
ketika hak-hak anda dizhalimi atau idealisme anda dikankangi? Bukankah agama
mengajarkan kebenaran harus diperjuangkan walaupun pahit? Sudah saatnya
mahasiswa bersuara dan kembali kekhittahnya
sebagai agen of analisis (mendiagnosa permasalahan yang terjadi), agen
of change (merubah semua bentuk kezhaliman dan kecurangan) dan agen of control
(mengawasi perubahan yang telah perjuangkan). Memang dalam realitanya kebenaran
tidak selalu menang dan tidak mesti menang tetap tetap harus diperjuangkan.
Kalah dalam menyuarakan kebenaran jauh lebih terhormat daripada sembunyi
dibalik ketakutan. Sikap anda hari ini adalah gambaran anada dimasa yang akan
datang.
MANUSIA: MAHLUK BERFIKIR
Di
era post modern seperti sekarang ini, manusia dituntut
untuk mengikuti arus globalisasi yang
dinamis, mulai dari gaya hidup, pendidikan, bahkan pemikiran. Manusia yang
diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an
Surah at-Tin, dituntut untuk melakukan hal-hal yang baik dalam praksis sosial,
etika, agama, dan lainnya, juga diciptakan sebagai mahluk hidup yang berakal
agar digunakan untuk membedakan mana yang salah, dan mana yang benar, mana yang
baik dan mana yang buruk.
Akal
merupakan pembeda antara manusia dengan mahluk tuhan yang lain. Dengan akal
manusia dituntut untuk berfikir dan merenung, baik berfikir sekedarnya maupun
berfikir secara mendalam. Karena dengan cara seperti itulah manusia dapat
menjalani kehidupan sosial, etika, dan agama dengan sempurna. Namun bagi
sebagian manusia dimuka bumi ini, berfikir dengan mendalam sering kali
diartikan dengan hal yang negatif, misalkan bagi para filosof, mereka
seringkali dapat komentar tentang pemikirannya yang kadang bersifat transenden,
lalu bagaimana dengan Islam memandang dengan hal ini?
Pada
dasarnya dalam Islam berfikir dan merenung sangatlah dianjurkan guna
meningkatkan iman kita terhadap Sang Pencipta, hal ini selaras dengan ayat al-Qur’an
yang berbunyi “afala tatafakkarun”, ayat lain dengan makna serupa juga
diulang lebih dari 10 kali dalam al-Qur’an. Dari ayat tersebut, sudah jelas
bahwa Islam tidak melarang hambanya untuk berfikir. Bahkan sebagian ulama’ mengatakan bahwa iman seseorang yang diperoleh tanpa
proses berfikir (doktrin), imannya tidak sah. Sehingga untuk mengimbangi
pendapat tersebut seorang hamba dituntut untuk berfikir secara holistik dan
komprehensif guna mencapai iman yang sempurna. (yang dimaksud dengan berfikir dan merenung disini yaitu tidak menerima
suatu kenyataan dengan begitu saja, dalam artian masih menganalisa apakah suatu
pernyataan itu baik apakah tidak, bermanfaat atau tidak)
Namun
Islam membatasi dalam hal objek yang difikirkan oleh seorang pemikir,
sebagaimana hadist Nabi yang artinya “berfikirlah tentang ciptaan Allah, jangan
berfikir tentang dzat Allah” karena sesuatu yang berkaitan dengan dzat
tuhan tidak akan pernah mampu untuk difikirkan, Karena hal seperti itu sifatnya
supralogis. Sedangkan akal manusia sangat terbatas. Kita tidak bisa memaksakan
akal kita untuk berfikir sesuatu yang bersifat transenden, karena hal seperti
itu muhal akan
dicapai oleh akal manusia.
Oleh
karena itu, jelas bahwa manusia adalah mahluk berfikir, yang memiliki
integritas dan kapabilitas dalam dunia pemikiran. Kita tidak perlu takut untuk
berfikir secara mendalam dan holistik,
asal tidak melebihi batas-batas yang sudah ditentukan. Karena berfikir dalam Islam
merupakan sebuah keniscayaan dan sudah mendapatkan legalitas.
Jadi, jangan pernah takut untuk berfikir,
karena ketakutan hanya membuat otak manusia mengalami titik jenuh (stagnan). Apalagi
bagi seorang mahasiswa, berfikir kritis merupakan sebuah keharusan yang tidak
dapat dimarginalkan, karena dialah yang akan menjadi penerus bangsa ini.
Sehingga dengan hal demikian penerus bangsa yang dalam hal ini para pemuda
mampu mengawal jalannya roda kenegaraan dengan sempurna.
0 Komentar